Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang
Tanggal : 31-03-2011 23:14, dibaca 14 kali.
Profesor
Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih
sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi.
Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan
pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan
sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari
yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi
mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir
panjang (Kompas, 24 Mei 2002).
Pendapat
Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk
dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan
sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan
terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR
untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau
APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai
investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk
memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.
Pertama,
pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar
pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah
satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada
tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis
merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya
pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi
yang kompetitif.
Secara
umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat
pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang
berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak
berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya
keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu
salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah
mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum
berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education
yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat
(1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per
tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta
dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan
rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini
juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan
perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah,
akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta
rupiah.
Para
penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah
sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter
ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah
diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi
konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih
lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah
manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah
menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan
lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske,
Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA:
University of Illionis, 1982, h.121).
Sumber
daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan
nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang
berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun
bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga
pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Nilai
Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).
Pilihan
investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan.
Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %,
pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian
dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar
memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan
lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan
pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi
biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri
per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per
bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi
Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti,
Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana
untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal
ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan
pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya
menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.
Reformasi
alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa
kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN
adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan
selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga
didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa
di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan
yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang
ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan
pendidikan seperti yang digariskan Unesco.
Itulah
sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di
Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih.
Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat
pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan
learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi
dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti,
menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya
diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila
perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya
“benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan
“benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan
pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar
sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah
anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Fungsi
Non Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).
Fungsi
politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik
pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual,
pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan
kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan
bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti
hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin
demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki
kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik
dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.
Fungsi
budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan
perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat
individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan
kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan
norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang baik. Orang yang
berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati
perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih
terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak
orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya
akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya
nasional atau regional.
Fungsi
kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan
dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada
tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan
membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan
memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning),
selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi
sehingga terus terdorong untuk maju dan terus belajar.
Di
kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin
berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan
masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang
kurang berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa
menggunakan pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan
jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki
kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri
sendiri.
Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.
Perkembangan
ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika,
moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak
dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan
yang baik. Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana
merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik untuk mendukung
perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu
bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi
pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis,
fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan
kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa pendidikan adalah wahana yang
amat penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi
bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang
yang harus menjadi pilihan utama.
Bila
demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana
merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan
bersama.
Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar